Buol, Kasekabar.com – Rencana perluasan lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Hardaya Inti Plantations (PT HIP) di Desa Lonu, Kecamatan Bunobogu, Kabupaten Buol, kembali menuai penolakan.
Ketua Pengurus Daerah Lingkar Studi Aksi dan Demokrasi Indonesia (LS-ADI) Kabupaten Buol, Andika AR Inggai, secara tegas menolak langkah ekspansi perusahaan perkebunan tersebut.
“Dengan ini kami menyatakan menolak rencana ekspansi lahan HGU PT HIP di Desa Lonu, Kecamatan Bunobogu, Kabupaten Buol,” tegas Andika AR Inggai dalam pernyataan sikapnya, Senin (29/9/2025).
KONTEN IKLAN

IKLAN - SCROLL UNTUK MELANJUTKAN
Latar Belakang Konflik Agraria
Ekspansi lahan oleh PT HIP bukan persoalan baru. Pada 2012, pemilik PT HIP, Siti Hartati Murdaya, divonis bersalah dalam kasus suap kepada Bupati Buol kala itu, Amran Batalipu, terkait pengurusan izin HGU.
Selain itu, perusahaan perkebunan tersebut masih menghadapi persoalan konflik agraria dengan petani plasma. Sesuai aturan, PT HIP wajib menyediakan minimal 20 persen dari luas HGU untuk plasma, namun kewajiban ini dinilai tidak dijalankan secara transparan. Akibatnya, terjadi pembagian hasil yang dianggap tidak adil dan memicu konflik berkepanjangan di masyarakat.
“Konflik agraria yang berkepanjangan adalah bukti kegagalan PT HIP dalam menjalankan kewajibannya kepada petani plasma,” kata Andika.
Tuntutan LS-ADI Buol
Melalui pernyataan resmi, LS-ADI Buol menegaskan lima poin sikap terkait rencana ekspansi PT HIP di Desa Lonu:
1. Menolak dengan tegas rencana penambahan HGU PT HIP di Desa Lonu.
2. Mendesak Pemkab Buol dan Pemprov Sulteng untuk tidak memproses izin HGU baru.
3. Menuntut PT HIP menyelesaikan kewajiban plasma dan konflik agraria dengan kelompok tani/koperasi plasma.
4. Mendukung langkah pemerintah Desa Lonu dalam mempertahankan tanah dari ancaman monopoli perusahaan.
5. Meminta pemerintah pusat melalui ATR/BPN dan KLHK melakukan audit menyeluruh atas kepemilikan lahan dan realisasi plasma PT HIP.
Dampak Sosial dan Ekonomi
Menurut LS-ADI Buol, jika rencana perluasan HGU PT HIP terus diproses tanpa menyelesaikan konflik lama, maka masyarakat Desa Lonu berpotensi kembali menghadapi ketidakadilan ekonomi serta hilangnya lahan pertanian.
“Kami tidak ingin konflik agraria dan ketidakadilan yang sama terjadi lagi. Tanah harus dijaga agar tidak dikuasai secara sepihak oleh perusahaan,” tegas Andika.