Buol, Kasekabar.com – Penolakan warga Desa Lonu, Kecamatan Bunobogu, Kabupaten Buol terhadap rencana survei lahan oleh PT Hardaya Inti Plantation (HIP) terus memuncak.
Perusahaan sawit tersebut tetap bersikeras melaksanakan survei meski pemerintah desa dan masyarakat telah menyatakan penolakan secara resmi.
Ketegangan bermula ketika PT HIP mengajukan surat izin survei lahan ke pihak kecamatan pada 10 September 2025. Namun sehari kemudian, pemerintah Desa Lonu langsung merespons dengan menerbitkan surat resmi penolakan.
KONTEN IKLAN

IKLAN - SCROLL UNTUK MELANJUTKAN
Meski begitu, perusahaan tetap berupaya melanjutkan survei dengan alasan lahan tersebut masuk dalam Hak Guna Usaha (HGU) berdasarkan SK Menteri LHK Nomor SK.517/MENLHK/SETJEN/PLA.2/11/2018 tentang pelepasan kawasan hutan produksi untuk perkebunan kelapa sawit seluas 9.964 hektare.

Mahasiswa dan Pemuda Perantau Angkat Suara
Penolakan semakin luas setelah mahasiswa dan pemuda asal Lonu di perantauan termasuk dari Palu, Gorontalo, dan Toli-Toli, ikut bersuara.
“Tanah Pogogul bukan hanya soal ruang hidup, tetapi juga simbol harga diri masyarakat Buol yang tidak bisa dibeli dengan alasan investasi. Kami tidak akan tinggal diam. Tanah itu milik rakyat, bukan milik perusahaan yang datang hanya untuk merusak,” tegas Mohammad Iqbal, mahasiswa asal Buol di Gorontalo.

Survei Dikawal Aparat, Warga Semakin Marah
Situasi memanas pada 20 September 2025, ketika warga menemukan aktivitas survei telah berjalan hampir sepekan dengan pengawalan sekitar sepuluh aparat kepolisian.
Kehadiran aparat dinilai masyarakat sebagai bentuk pembiaran pemerintah terhadap perusahaan yang mengabaikan keputusan desa.
Warga juga mengingat kembali forum resmi pada 23 Juli 2025, di mana masyarakat bersama pemerintah desa sudah menyampaikan penolakan secara tegas kepada PT HIP. Fakta bahwa perusahaan tetap melanjutkan survei dianggap sebagai pengabaian aspirasi rakyat.

HGU Lama, Lahan Dikelola Warga
Menurut Iqbal, klaim HGU yang dipakai PT HIP diterbitkan pada 1998 oleh Badan Pertanahan Nasional. Selama lebih dari dua dekade, lahan tersebut tidak dimanfaatkan perusahaan, sementara warga Desa Lonu telah mengelolanya sebagai kebun rakyat sekaligus menjaga hutan lebat yang menopang ekosistem lokal.
Bagi masyarakat, hutan di sekitar Lonu berperan penting sebagai penahan banjir. Dalam beberapa tahun terakhir, banjir akibat luapan sungai pernah merendam rumah warga.
Mereka khawatir jika hutan ditebangi, hujan singkat saja dapat menimbulkan banjir besar yang mengancam keselamatan desa.
Selain banjir, warga juga menyoroti potensi pencemaran sumber air dan hilangnya keanekaragaman hayati akibat ekspansi perkebunan sawit skala besar.

Desakan Cabut HGU PT HIP
“Kepercayaan masyarakat terhadap PT HIP sudah hilang. Perusahaan dianggap tidak pernah menunjukkan itikad baik, justru mengabaikan suara rakyat. Kehadiran aparat hanya menambah luka, seolah hukum lebih berpihak pada modal ketimbang rakyat,” ujar Iqbal.
Mahasiswa dan pemuda perantau mendesak pemerintah daerah maupun pusat segera mencabut izin HGU PT HIP dan mengembalikan lahan kepada masyarakat.
Iqbal juga memperingatkan pihak-pihak yang hendak bekerja untuk perusahaan di wilayah Lonu. “Jangan pernah datang untuk melakukan kegiatan pemarasan dan penebangan di areal Desa Lonu. Jika kalian memaksa, maka kalian akan berhadapan dengan masyarakat Lonu,” tegasnya.