Kasekabar.com – Sudah lebih dari sebulan Aliansi Honorer Bersatu (AHB) mengawal dugaan maladministrasi dalam seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahap 2 tahun 2024. Namun hingga kini, penyelesaian akhir dari Pemerintah Kabupaten Buol masih belum terlihat.
AHB sebelumnya menyerahkan bukti dugaan pelanggaran terhadap 16 peserta seleksi yang dianggap tidak memenuhi syarat, termasuk 9 mantan calon anggota legislatif (caleg) dan 7 aparat desa. Berdasarkan regulasi yang berlaku, mereka seharusnya tidak berhak mengikuti seleksi.
KONTEN IKLAN

IKLAN - SCROLL UNTUK MELANJUTKAN
Inspektorat Kabupaten Buol telah melakukan investigasi terhadap 16 orang tersebut, namun tidak mengaudit keseluruhan peserta yang berjumlah sekitar kurang lebih 400 orang. Hal ini disayangkan oleh Koordinator AHB, Susanto Dunggio, yang menegaskan bahwa audit seharusnya dilakukan menyeluruh dan menggunakan rekening koran sebagai alat verifikasi.
Di sisi lain, Kepala Inspektorat Buol, Wahida, menyatakan bahwa audit dilakukan berdasarkan rekomendasi DPRD Buol. Ironisnya, DPRD sendiri tidak menunjukkan peran aktif dalam mengawal dan mengawasi kasus ini, sehingga harapan akan adanya tambahan data pun pupus.
Lebih dari sebulan setelah investigasi dimulai, hasilnya masih belum diumumkan ke publik. Wahida berdalih bahwa laporan telah diserahkan kepada Bupati Buol dan masih menunggu tindak lanjut dari Pemda.
Ketidakjelasan ini memicu kekecewaan para honorer. Mereka menilai pemerintah daerah seakan lepas tangan dan tidak memiliki tanggung jawab dalam menyelesaikan polemik yang membuat para tenaga honorer resah. AHB menegaskan bahwa mereka akan terus mengawal kasus ini dan mendesak transparansi Pemerintah Daerah.
“Kami hanya ingin kejelasan dan keadilan. Jangan ada penyimpangan dalam seleksi PPPK, karena ini menyangkut masa depan tenaga honorer!” ujar Susanto Dunggio.
Publik kini menunggu, akankah pemerintah daerah berani bersikap tegas dan transparan, atau justru membiarkan dugaan maladministrasi ini berlarut-larut tanpa penyelesaian.