KaseKabar.com – Setelah menunggu enam bulan, MF (26), Make-Up Artist asal Buol, akhirnya melihat secercah keadilan. AZ, pejabat aktif di lingkungan Pemkab, resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus penganiayaan terhadap dirinya pada Senin (2/6).
Penetapan status tersangka terhadap AZ tertuang dalam dokumen resmi bernomor: S.Tap/5-4/92/VI.RES.1.6/2025/Satreskrim Polres Buol Polda Sulawesi Tengah. Surat tersebut menyusul diterbitkannya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) pada 28 Mei 2025, yang mengindikasikan langkah hukum tengah berjalan secara aktif.
KBO Reskrim Polres Buol, IPDA Jimmy Ronald Adriles Sandil, saat dikonfirmasi membenarkan adanya penetapan tersangka atas nama AZ. Ia menegaskan bahwa proses hukum akan dilakukan tanpa pandang bulu.
KONTEN IKLAN

IKLAN - SCROLL UNTUK MELANJUTKAN
“Benar sudah ada penetapan tersangka, ini sementara diproses. Siapa pun pelakunya, hukum tetap ditegakkan dengan mengacu pada peraturan yang berlaku,” jelas IPDA Jimmy, Kamis (5/6).
Menurut pengakuan korban MF, kasus bermula dari pembatalan jasa rias olehnya pada 6 Oktober 2024 silam, MF akhirnya mengembalikan uang muka sebesar Rp150.000, namun keputusan ini justru memicu reaksi kekerasan.
Sekitar pukul 16.00 WITA di hari kejadian, dua pria yang diduga kerabat AZ mendatangi tempat kos MF dan melakukan intimidasi, termasuk penamparan dan penyitaan telepon genggam milik korban, sebagai jaminan uang muka yang MF janjikan akan dikembalikan pada malam harinya.
Tidak berhenti di situ, malam harinya sekitar pukul 23.00 WITA, MF yang datang ke rumah AZ di Kelurahan Kali untuk mengambil kembali ponselnya, justru menjadi korban pemukulan.
“Malamnya, Pak AZ yang pertama kali melakukan kekerasan fisik itu, kemudian disusul beberapa orang diluar rumah,” ungkap MF kepada media pada Rabu (4/6).
Akibat kejadian ini MF mengaku mengalami luka serius, termasuk gangguan pernapasan dan trauma psikologis, yang membuatnya harus menjalani perawatan medis.
“Sejak kejadian itu, saya cukup trauma dan terpukul. Perundungan di medsos ini sampai berimbas di pekerjaan saya,” tambah MF lagi.
Pihak keluarga menyatakan bahwa korban sempat kehilangan semangat, dan susah mendapatkan klien dampak tekanan di medsos yang dialaminya.
Keluarga korban berharap agar proses hukum tidak berhenti hanya pada penetapan tersangka. Mereka meminta penegakan keadilan dijalankan secara transparan dan tuntas.
“Kami hanya ingin keadilan ditegakkan. Apalagi terlapor adalah pejabat dan punya kuasa, sementara kami rakyat biasa,” ujar salah satu anggota keluarga MF.