KOTAMOBAGU — Menyusul maraknya pemberitaan di sejumlah media online mengenai dugaan adanya praktik “bisnis telepon” antara oknum pegawai Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas II B Kotamobagu dan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP), pihak Rutan akhirnya memberikan klarifikasi resmi.
Kepala Kesatuan Pengamanan Rutan (KKPR) Kotamobagu, Djhony Tumangken, menegaskan bahwa penggunaan telepon di dalam rutan sepenuhnya dilakukan melalui sistem resmi yang disebut Wartelsus Pas (Warung Telekomunikasi Khusus Pemasyarakatan).
Ia pun mengapresiasi perhatian media terhadap kondisi di dalam Rutan, karena hal itu dinilai sebagai bentuk kepedulian publik terhadap transparansi lembaga pemasyarakatan.
KONTEN IKLAN

IKLAN - SCROLL UNTUK MELANJUTKAN
“Kami berterima kasih kepada media yang terus memantau dan memberikan masukan. Itu artinya, publik peduli terhadap tata kelola sistem di Rutan Kotamobagu,” ujar Djhony Tumangken, Selasa (7/10/2025).
Menanggapi isu adanya pungutan hingga Rp10.000 per lima menit bagi WBP yang menelepon keluarga, Djhony membantah keras. Ia menegaskan, tarif resmi penggunaan Wartelsus Pas hanyalah Rp2.000 per lima menit.
“Benar, penggunaan telepon masih dilakukan lewat Wartelsus Pas. Tapi tarifnya hanya Rp2.000 per lima menit, bukan Rp10.000 seperti yang diberitakan. Sistem ini merupakan peninggalan dari Kementerian Hukum dan HAM sebelum beralih menjadi Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (KIMIPAS),” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menerangkan bahwa waktu penggunaan Wartelsus juga sudah diatur secara ketat, yakni pukul 08.00–11.30 WITA dan 13.15–16.00 WITA setiap harinya. Saat ini, pihak Rutan juga tengah berupaya mencari vendor mitra kerja untuk memperbarui sistem Wartelsus agar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan KIMIPAS.
Selain soal telepon, Djhony juga menanggapi pemberitaan terkait tiga WBP yang disebut bebas keluar rutan. Menurutnya, hal tersebut memang benar, namun dilakukan atas dasar keputusan Sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) dan dalam rangka mendukung program nasional ketahanan pangan.
“Tiga WBP itu keluar bukan tanpa izin. Mereka ikut membantu program ketahanan pangan dan sudah melalui proses sidang TPP. Mereka memiliki keahlian dalam pengelolaan lahan pertanian yang menjadi bagian dari program rutan,” terang Djhony.
Ia pun menegaskan bahwa pihak Rutan Kotamobagu terus berbenah untuk meningkatkan transparansi dan pelayanan publik di lingkungan pemasyarakatan.
“Kami tidak menutup diri terhadap kritik. Semua masukan dan sorotan media menjadi semangat bagi kami untuk bekerja lebih baik. Hanya saja, alangkah baiknya jika setiap informasi yang beredar dikonfirmasi lebih dulu agar tidak menimbulkan kesalahpahaman,” tutup Djhony Tumangken.






