Kasekabar.com, Opini – Ditulis oleh Febrianti Ahmad, salah satu peserta yang berasal dari HMI Cabang Buol dan sedang mengikuti LKK (Latihan Khusus kohati) Cabang Palu, Selasa 15 Juli 2025,
Buol kembali mencatat angka tertinggi dispensasi pernikahan anak di Sulawesi Tengah. Sebanyak 71 kasus tercatat sepanjang 2023, menempatkan daerah ini sebagai wilayah dengan jumlah pernikahan dini terbanyak di provinsi tersebut.
Pernikahan dini tak hanya mencerminkan tekanan sosial, tapi juga bentuk diskriminasi terhadap anak perempuan. Rendahnya nilai pendidikan perempuan dalam keluarga turut memperparah situasi ini.
KONTEN IKLAN

IKLAN - SCROLL UNTUK MELANJUTKAN
Tekanan Sosial dan Pandangan Keliru tentang Perempuan
Di banyak desa di Kabupaten Buol, anak perempuan kerap dipandang sebagai beban ekonomi. Pendidikan dasar dianggap cukup, bahkan sering kali dianggap percuma jika anak perempuan pada akhirnya “berakhir” di dapur.
Seorang warga mengatakan, “Pendidikan dianggap tak penting untuk perempuan karena nanti juga menikah dan ikut suami.”
Ketimpangan Gender Jadi Akar Masalah
Diskriminasi struktural dan kultural terhadap anak perempuan menjadi penyebab utama maraknya pernikahan dini. Tekanan sosial dan kondisi ekonomi keluarga menjadikan pernikahan sebagai solusi cepat mengurangi beban.
Deklarasi Pencegahan Pernikahan Anak yang digelar Oktober 2023 di Kabupaten Buol dan dipimpin langsung oleh Penjabat Bupati menjadi upaya awal yang perlu diiringi tindakan konkret di lapangan.
Anak Perempuan Kehilangan Hak Dasarnya
Pernikahan dini memutus peluang pendidikan dan karier anak perempuan. Ini bukan sekadar fenomena sosial, tetapi bentuk kekerasan sistemik terhadap hak anak dan perempuan.
“Anak perempuan kehilangan masa depannya hanya karena tekanan sosial,” ujar seorang aktivis perempuan di Buol (14/7).
Perlu Intervensi Serius dan Berkelanjutan
Solusi yang ditawarkan tidak cukup berhenti pada deklarasi. Pemerintah daerah dan instansi terkait perlu menggencarkan sosialisasi tentang risiko pernikahan dini, baik dari aspek hukum, kesehatan, maupun psikologis.
Sasaran sosialisasi harus mencakup siswa, guru, orang tua, dan tokoh masyarakat.