BOLMONG – Aksi sejumlah warga dari Desa Labuan Uki, Kecamatan Lolak, yang mendatangi Kantor Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) serta Kantor Bupati Bolaang Mongondow (Bolmong), Sulawesi Utara, menuai sorotan tajam dari kalangan insan pers. Aksi tersebut dilakukan dengan tujuan mencari keberadaan seorang wartawan yang sehari-hari bertugas meliput di lingkup Pemerintah Kabupaten Bolmong.
Meski belum diketahui secara pasti motif utama dari aksi tersebut, namun kuat dugaan bahwa tindakan warga dipicu oleh pemberitaan salah satu media yang menyoroti kebijakan Sangadi (Kepala Desa) Labuan Uki, Ibrahim Nata. Kebijakan tersebut dinilai menjadi pemantik ketegangan antara warga dan jurnalis, hingga berujung pada upaya pencarian wartawan ke kantor pemerintahan.
Tindakan ini mendapat kecaman keras dari berbagai kalangan jurnalis di Bolaang Mongondow Raya (BMR). Wartawan senior BMR, Amir Halatan, menyayangkan sikap warga yang menurutnya menunjukkan kurangnya pemahaman terhadap peran dan fungsi pers dalam kehidupan demokrasi.
KONTEN IKLAN

IKLAN - SCROLL UNTUK MELANJUTKAN
“Wartawan yang menjalankan tugas jurnalistiknya dilindungi oleh hukum melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers serta aturan-aturan Dewan Pers. Apa yang dilakukan oleh warga ini merupakan bentuk ketidaktahuan terhadap regulasi yang berlaku,” ujar Amir.
Amir menegaskan, dalam negara hukum seperti Indonesia, tidak boleh ada upaya penghalangan terhadap kerja-kerja jurnalistik. Wartawan memiliki mandat untuk menyampaikan informasi kepada publik secara independen dan bertanggung jawab. Jika ada pihak-pihak yang keberatan atas pemberitaan, tersedia jalur hak jawab, koreksi, hingga pengaduan ke Dewan Pers, bukan dengan cara intimidatif atau mendatangi kantor pemerintah untuk mencari wartawan.
“Tindakan menghalangi tugas wartawan bisa masuk dalam kategori pidana. Undang-undang menjamin kebebasan pers sebagai bagian dari demokrasi yang sehat,” tegasnya.
Dalam situasi ini, Amir juga mendorong Pemerintah Kabupaten Bolmong untuk tidak tinggal diam. Ia meminta agar Pemkab, melalui Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra, segera memanggil Sangadi Labuan Uki guna memberikan klarifikasi atas kebijakan yang menjadi pangkal polemik ini.
“Kita harus cari akar persoalannya secara jernih. Jika benar ini berkaitan dengan kebijakan desa, maka penting bagi Pemkab untuk melakukan pembinaan dan klarifikasi. Jangan sampai tindakan segelintir orang justru memperkeruh suasana dan mencederai hubungan baik antara masyarakat, pemerintah, dan insan pers,” tambah Amir.
Peristiwa ini juga menjadi cerminan bahwa masih banyak masyarakat yang belum sepenuhnya memahami mekanisme kerja media dan perlindungan hukum terhadap wartawan. Padahal, dalam sistem demokrasi, pers berfungsi sebagai jembatan informasi dan kontrol sosial. Oleh karena itu, edukasi publik tentang literasi media dan hukum pers menjadi sangat penting.
“Kita tidak ingin wartawan bekerja dalam tekanan atau intimidasi. Tetapi kita juga tidak ingin warga bertindak gegabah hanya karena termakan informasi atau provokasi yang belum tentu benar. Maka dari itu, semua pihak harus mengedepankan dialog dan saluran yang sesuai aturan,” kata Amir.
Amir mengajak semua pihak untuk menahan diri dan menyelesaikan persoalan ini secara bijak. Ia menegaskan bahwa wartawan profesional tidak akan menulis berita tanpa dasar. Jika ada kekeliruan dalam pemberitaan, mekanisme hak jawab dan hak koreksi selalu terbuka, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 UU Pers.
Di sisi lain, ia juga meminta rekan-rekan media untuk tetap menjaga etika jurnalistik dan tidak mudah terprovokasi, serta senantiasa menyajikan berita yang berimbang, akurat, dan berpihak pada kepentingan publik.
“Insiden ini menjadi pengingat bagi kita semua, bahwa kerja pers harus terus dilindungi, tapi juga dijalankan dengan penuh tanggung jawab,” pungkasnya.(*)