8 Maret Hari Perempuan Internasional, Sejarah dan Maknanya Jarang Diketahui

- Reporter

Saturday, 8 March 2025 - 07:46 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

KaseKabar.com – Setiap tanggal 8 Maret, dunia memperingati International Women’s Day (IWD) atau Hari Perempuan Internasional. Perayaan ini bukan sekadar seremoni, tetapi memiliki akar sejarah panjang dalam perjuangan hak-hak perempuan, terutama dalam dunia kerja dan politik.

 

Peringatan IWD berawal dari gerakan buruh perempuan yang menuntut hak-hak yang lebih adil. Seiring waktu, peringatan ini berkembang menjadi simbol perjuangan global untuk kesetaraan gender, hak asasi perempuan, dan penghentian kekerasan berbasis gender.

KONTEN IKLAN

ads

IKLAN - SCROLL UNTUK MELANJUTKAN

 

Sejarah Panjang Hari Perempuan Internasional

Hari Perempuan Internasional pertama kali diperingati pada 28 Februari 1909 di Amerika Serikat. Perayaan ini dipromotori oleh Partai Sosialis Amerika sebagai bentuk solidaritas terhadap mogok pekerja garmen di New York, yang mayoritas pesertanya adalah perempuan.

 

Di tingkat global, Clara Zetkin, seorang feminis asal Jerman, mengusulkan peringatan Hari Perempuan Internasional dalam konferensi di Kopenhagen pada 1910. Usulan ini diterima, dan pada 19 Maret 1911, IWD pertama kali dirayakan di berbagai negara, termasuk Austria, Denmark, Jerman, dan Swiss.

 

Kemudian, peringatan ini diadopsi oleh Rusia pada 1917, dengan tanggal yang diubah menjadi 8 Maret sebagai bagian dari perjuangan hak pilih perempuan di negara tersebut. Barulah pada 1977, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara resmi menetapkan 8 Maret sebagai Hari Perempuan dan Perdamaian Dunia.

 

Peringatan Hari Perempuan Internasional di Indonesia

Di Indonesia, pemikiran feminisme mulai berkembang pada 1950-an, yang ditandai dengan pawai menolak poligami dan kampanye kenaikan gaji buruh perempuan. Namun, setelah Orde Lama tumbang, banyak gerakan perempuan mengalami tekanan, terutama karena stigma terkait dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

 

Selama era Orde Baru, berbagai bentuk kampanye perempuan sempat dilarang dan mengalami “mati suri”. Namun, setelah Orde Baru runtuh pada 1998, gerakan perempuan mulai bangkit kembali. Hingga kini, 8 Maret tetap diperingati sebagai momen refleksi kondisi perempuan di Indonesia, termasuk dalam memerangi diskriminasi dan kekerasan berbasis gender.

 

Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia Masih Tinggi

Meskipun perjuangan kesetaraan terus digelorakan, angka kekerasan terhadap perempuan di Indonesia masih sangat tinggi. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat pada tahun 2024 terdapat 21.175 kasus kekerasan berbasis gender.

 

Kasus-kasus ini mayoritas terjadi di lingkup rumah tangga, fasilitas umum, dan sekolah. Banyak faktor yang menyebabkan tingginya angka kekerasan, di antaranya:

  • Budaya patriarki, yang masih menempatkan perempuan pada posisi subordinasi dalam berbagai aspek kehidupan.
  • Faktor ekonomi, yang sering menjadi pemicu konflik dalam rumah tangga.
  • Kurangnya penegakan hukum, sehingga banyak pelaku kekerasan tidak mendapatkan hukuman yang setimpal.

Kondisi ini menegaskan bahwa perjuangan perempuan untuk keadilan, kesetaraan, dan perlindungan hukum masih harus terus diperjuangkan.

 

“Perjuangan Kami Berlandaskan Cinta, Bukan Dendam”

Dalam konteks peringatan Hari Perempuan Internasional, aktivis Hak Asasi Manusia Suciwati menegaskan bahwa perjuangan perempuan bukan didorong oleh kebencian atau dendam, tetapi oleh cinta dan keadilan.

 

“Perjuangan kami berlandaskan cinta, bukan dendam,” ungkap Suciwati, menegaskan pentingnya solidaritas dan gerakan bersama dalam mencapai kesetaraan gender.

 

Dengan semangat ini, peringatan International Women’s Day 2025 menjadi momentum untuk terus memperjuangkan hak-hak perempuan, melawan kekerasan berbasis gender, dan mendorong kebijakan yang lebih berpihak kepada perempuan.

Facebook Comments Box

Berita Terkait

Makna Hari Guru Sedunia 2025: Mengajar Sebagai Profesi Kolaboratif untuk Masa Depan Pendidikan
HMI Buol Gelar Aksi Mimbar Bebas, Soroti Janji 100 Hari Kerja Bupati
Kepala DLH Buol Sunaryo Raukang Purna Tugas, Dilepas dengan Acara Perpisahan Penuh Keakraban
Ekspansi PT HIP di Desa Lonu, LS-ADI Buol Angkat Suara!
Pemuda Buol, Agung Trianto : Sejarah Kabupaten Buol Bukan Hadiah dari PT HIP
Penolakan Warga Lonu Ungkap Dugaan Pelanggaran HAM dalam Aktivitas PT HIP
Muktamar X PPP Sempat Ricuh! DPW Sulteng : Agus Suparmanto Sah Jadi Ketum
Jelang Konfercab, Ke VII, PMII Tolitoli Optimalkan Proses Rekrutmen Calon Ketua

Berita Terkait

Sunday, 5 October 2025 - 13:24 WITA

Makna Hari Guru Sedunia 2025: Mengajar Sebagai Profesi Kolaboratif untuk Masa Depan Pendidikan

Wednesday, 1 October 2025 - 04:11 WITA

HMI Buol Gelar Aksi Mimbar Bebas, Soroti Janji 100 Hari Kerja Bupati

Monday, 29 September 2025 - 15:03 WITA

Kepala DLH Buol Sunaryo Raukang Purna Tugas, Dilepas dengan Acara Perpisahan Penuh Keakraban

Monday, 29 September 2025 - 11:57 WITA

Ekspansi PT HIP di Desa Lonu, LS-ADI Buol Angkat Suara!

Sunday, 28 September 2025 - 17:41 WITA

Pemuda Buol, Agung Trianto : Sejarah Kabupaten Buol Bukan Hadiah dari PT HIP

Berita Terbaru

Kotamobagu

Muskot Ke IV, Novarisal Binjindan Resmi Nahkodai PERCASI Kotamobagu

Friday, 24 Oct 2025 - 09:58 WITA

Bolmong

Bupati Yusra Hadiri BBGRM ke XXII Tahun 2025 di Desa Bolaang Satu

Thursday, 23 Oct 2025 - 12:47 WITA